HubunganAl-Quran dan Hadis dengan Filsafat. admin. 15 Desember 2016. 0. 4335. Jika tidak ada perbedaan antara filsafat ( ilahiyat) dengan riwayat-riwayat dan ayat-ayat al-Quran kecuali dalam segi cara penjelasan, maka penjelasan yang telah diberikan oleh Allah Swt dan para manusia maksum kepada manusia lebih sempurna dan lebih patut dikaji. PENGERTIAN TENTANG TASAWUF Secara bahasa tasawuf diartikan sebagai Sufisme bahasa arab تصوف adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud menjauhi hal duniawi dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat pelbagai aliran dalam Sufi sering dihubungkan dengan Syiah, Sunni, cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi[rujukan?]. Pemikiran Sufi muncul di Timur Tengah pada abad ke-8, sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan dunia Wikipedia bahasa Indonesia. Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata "Sufi". Pandangan yang umum adalah kata itu berasal dari Suf صوف, bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa صفا, yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan. Yang lain menyarankan bahwa etimologi dari Sufi berasal dari "Ashab al-Suffa" "Sahabat Beranda" atau "Ahl al-Suffa" "Orang orang beranda", yang mana adalah sekelompok muslim pada waktu Nabi Muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa Wikipedia bahasa Indonesia. Namun dalam perjalananya, tasawuf diperdebatkan asal usul kehadiranya. Sebagian menyebut tasawuf berasal dari agama islam, sebagian lagi menyatakan bahwa tyasawuf bukan berasal dari islam tetapi dari sinkretisme berbagai ajaran agama samawi maupun ardi. Beberpa pendapat yang menyatakan tasawuf berasal dari islam diantaranya Asal-usul ajaran sufi didasari pada sunnah Nabi Muhammad. Keharusan untuk bersungguh-sungguh terhadap Allah merupakan aturan di antara para muslim awal, yang bagi mereka adalah sebuah keadaan yang tak bernama, kemudian menjadi disiplin tersendiri ketika mayoritas masyarakat mulai menyimpang dan berubah dari keadaan ini. Nuh Ha Mim Keller, 1995 Seorang penulis dari mazhab Maliki, Abd al-Wahhab al-Sha'rani mendefinisikan Sufisme sebagai berikut "Jalan para sufi dibangun dari Qur'an dan Sunnah, dan didasarkan pada cara hidup berdasarkan moral para nabi dan yang tersucikan. Tidak bisa disalahkan, kecuali apabila melanggar pernyataan eksplisit dari Qur'an, sunnah, atau ijma." [11. Sha'rani, al-Tabaqat al-Kubra Kairo, 1374, I, 4.] Beberapa pendapat bahwa tasawuf bukan berasal dari islam diantaranya Sufisme berasal dari bahasa Arab suf, yaitu pakaian yang terbuat dari wol pada kaum asketen yaitu orang yang hidupnya menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan. Dunia Kristen, neo platonisme, pengaruh Persi dan India ikut menentukan paham tasawuf sebagai arah asketis-mistis dalam ajaran Islam Mr. Hiltermann & De Woestijne. Sufismeyaitu ajaran mistik mystieke leer yang dianut sekelompok kepercayaan di Timur terutama Persi dan India yang mengajarkan bahwa semua yang muncul di dunia ini sebagai sesuatu yang khayali als idealish verschijnt, manusia sebagai pancaran uitvloeisel dari Tuhan selalu berusaha untuk kembali bersatu dengan DIA J. Kramers Jz. Al Quran pada permulaan Islam diajarkan cukup menuntun kehidupan batin umat Muslimin yang saat itu terbatas jumlahnya. Lambat laun dengan bertambah luasnya daerah dan pemeluknya, Islam kemudian menampung perasaan-perasaan dari luar, dari pemeluk-pemeluk yang sebelum masuk Islam sudah menganut agama-agama yang kuat ajaran kebatinannya dan telah mengikuti ajaran mistik, keyakinan mencari-cari hubungan perseorangan dengan ketuhanan dalam berbagai bentuk dan corak yang ditentukan agama masing-masing. Perasaan mistik yang ada pada kaum Muslim abad 2 Hijriyah yang sebagian diantaranya sebelumnya menganut agama Non Islam, semisal orang India yang sebelumnya beragama Hindu, orang-orang Persi yang sebelumnya beragama Zoroaster atau orang Siria yang sebelumnya beragama Masehi tidak ketahuan masuk dalam kehidupan kaum Muslim karena pada mereka masih terdapat kehidupan batin yang ingin mencari kedekatan diri pribadi dengan Tuhan. Keyakinan dan gerak-gerik akibat paham mistik ini makin hari makin luas mendapat sambutan dari kaum Muslim, meski mendapat tantangan dari ahli-ahli dan guru agamanya. Maka dengan jalan demikian berbagai aliran mistik ini yang pada permulaannya ada yang berasal dari aliran mistik Masehi, Platonisme, Persi dan India perlahan-lahan mempengaruhi aliran-aliran di daam Islam Aceh. Paham tasawuf terbentuk dari dua unsur, yaitu 1 Perasaan kebatinan yang ada pada sementara orang Islam sejak awal perkembangan Agama Islam,2 Adat atau kebiasaan orang Islam baru yang bersumber dari agama-agama non-Islam dan berbagai paham mistik. Oleh karenanya paham tasawuf itu bukan ajaran Islam walaupun tidak sedikit mengandung unsur-unsur Ajaran Islam, dengan kata lain dalam Agama Islam tidak ada paham Tasawuf walaupun tidak sedikit jumah orang Islam yang menganutnya MH. Amien Jaiz, 1980. Tasawuf dan sufi berasal dari kota Bashrah di negeri Irak. Dan karena suka mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba Shuuf, maka mereka disebut dengan "Sufi". Soal hakikat Tasawuf, ia itu bukanlah ajaran Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan bukan pula ilmu warisan dari Ali bin Abi Thalib Radiyallahu anhu. Menurut Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah berkata “Tatkala kita telusuri ajaran Sufi periode pertama dan terakhir, dan juga perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari lisan atau pun yang terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, maka sangat berbeda dengan ajaran Al Qur’an dan As Sunnah. Dan kita tidak pernah melihat asal usul ajaran Sufi ini di dalam sejarah pemimpin umat manusia Muhammad Shallallahu alaihi wassalam, dan juga dalam sejarah para shahabatnya yang mulia, serta makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam semesta ini. Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran Sufi ini diambil dan diwarisi dari kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Buddha" - At Tashawwuf Al Mansya’ Wal Mashadir, hal. 28.Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc Para ahli yang menolak tasawuf sebagai bagian dari islam mengambil contoh kesalahan pemahaman tasawuf yaitu Faham Wujud. Faham wujud adalah berisi keyakinan bahwa manusia dapat bersatu dengan Tuhan. Penganut paham kesatuan wujud ini mengambil dalil Al Quran yang dianggap mendukung penyatuan antara ruh manusia dengan Ruh Allah dalam penciptaan manusia pertama, Nabi Adam AS “...Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya As Shaad; 72” Sehingga ruh manusia dan Ruh Allah dapat dikatakan bersatu dalam sholat karena sholat adalah me-mi'rajkan ruh manusia kepada Ruh Allah Azza wa Jalla . Atas dasar pengaruh 'penyatuan' inilah maka kezuhudan dalam sufi dianggap bukan sebagai kewajiban tetapi lebih kepada tuntutan bathin karena hanya dengan meninggalkan/ tidak mementingkan dunia lah kecintaan kepada Allah semakin meningkat yang akan bepengaruh kepada 'penyatuan' yang lebih mendalam. Paham ini dikalangan penganut paham kebatinan juga dikenal sebagai paham manunggaling kawula lan gusti yang berarti bersatunya antara hamba dan Tuhan Wikipedia bahasa Indonesia. Dasar-Dasar Qur`ani Tasawuf Para pengkaji tentang tasawuf sepakat bahwasanya tasawuf berazaskan kezuhudan sebagaimana yang diperaktekkan oleh Nabi Saw, dan sebahagian besar dari kalangan sahabat dan tabi'in. Kezuhudan ini merupakan implementasi dari nash-nash al-Qur'an dan Hadis-hadis Nabi Saw yang berorientasi akhirat dan berusaha untuk menjuhkan diri dari kesenangan duniawi yang berlebihan yang bertujuan untuk mensucikan diri, bertawakkal kepada Allah Swt, takut terhadap ancaman-Nya, mengharap rahmat dan ampunan dari-Nya dan lain-lain. Meskipun terjadi perbedaan makna dari kata sufi akan tetapi jalan yang ditempuh kaum sufi berlandasakan Islam. Diantara ayat-ayat Allah yang dijadikan landasan akan urgensi kezuhudan dalam kehidupan dunia adalah firman Allah dalam al-Qur'an yang Artinya “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat”. Asy-Syuura [42] 20. Diantara nash-nash al-Qur'an yang mememerintahkan orang-orang beriman agar senantiasa berbekal untuk akhirat adalah firman Allah dalam al-Hadid [57] ayat 20 yang Artinya “Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat nanti ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. Ayat ini menandaskan bahwa kebanyakan manusia melaksanakan amalan-amalan yang menjauhkannya dari amalan-amalan yang bermanfaat untuk diri dan keluarganya, sehingga mereka dapat kita temukan menjajakan diri dalam kubangan hitamnya kesenangan dan gelapnya hawa nafus mulai dari kesenangan dalam berpakaian yang indah, tempat tinggal yang megah dan segala hal yang dapat menyenangkan hawa nafsu, berbangga-bangga dengan nasab dan banyaknya harta serta keturunan anak dan cucu. Akan tetapi semua hal tesebut bersifat sementar dan dapat menjadi penyebab utama terseretnya seseorang kedalam azab yang sangat pedih pada hari ditegakkannya keadilan di sisi Allah, karena semua hal tersebut hanyalah kesenangan yang melalaikan, sementara rahmat Allah hanya terarah kepada mereka yang menjauhkan diri dari hal-hal yang melallaikan tersebut. Ayat al-Qur'an lainnya yang dijadikan sebagai landasan kesufian adalah ayat-ayat yang berkenaan dengan kewajiban seorang mu'min untuk senantiasa bertawakkal dan berserah diri hanya kepada Allah swt semata serta mencukupkan bagi dirinya cukup Allah sebagai tempat menggantungkan segala urusan, ayat-ayat al-Qur'an yang menjelaskan hal tersebut cukup variatif tetapi penulis mmencukupkan pada satu diantara ayat –ayat tersebut yaitu firman Allah dalam ath-Thalaq [65] ayat 3 yang Artinya “Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. Dianatra ayat-ayat al-Qur'an yang menjadi landasan munculnya kezuhudan dan menjadi jalan kesufian adalah ayat-ayat yang berbicara tentang rasa takut kepadan Allah dan hanya berharap kepada-Nya diantaranya adalah firman Allah dalam as-Sajadah [ ] ayat 16 yang berbunyi yang Artinya “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap Maksud dari perkataan Allah Swt "Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya" adalah bahwa mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur untuk mengerjakan shalat malam”. Terdapat banyak ayat yang berbicara tentang urgensi rasa takut dan pengharapan hanya kepada Allah semata akan tetapi penulis cukupkan pada kedua ayat terdahulu. Diantara ayat-ayat yang menjadi landasan tasawuf adalah nash-nash Qura'ny yang menganjurkan untuk beribadah pada malam hari baik dalam bentuk bertasbih ataupun quyamullail diantaranya adalah firman Allah yang Artinya Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji. al-Isra' [17] ayat 79 yang Artinya “Dan sebutlah nama Tuhanmu pada waktu pagi dan petang. Dan pada sebagian dari malam, Maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari”. al-Insan [76] ayat 25-26 yang Artinya “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka” Tiga ayat di atas menunjukkan bahwa mereka yang senantiasa menjauhi tempat tidur di malam hari dengan menyibukkan diri dalam bertasbih dan menghidupkan malam-malamnya dengan shalat dan ibadah-ibadah sunnah lainnya hanya semata-mata untuk mengharapkan rahmat, ampunan, ridha, dan cinta Tuhannya kepadanya akan mendapatkan maqam tertinggi di sisi Allah. Selain daripada hal-hal yang telah penulis uraikan sbelumnya, diantara pokok-pokok ajaran tasawuf adalah mencintai Allah dengan penuh ketulusan dan keikhlasan hal ini berlandaskan kepada firman Allah swt dalam at-Taubah ayat 24 yang Artinya ”Katakanlah "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. Ayat ini menunjukkan bahwa kecintaan terhadap Allah, Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya harus menjadi prioritas utama di atas segala hal, bahkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya harus melebihi di atas kecintaan kepada ayah, ibu, anak, istri, keluarga, harta, perniagaan dan segala hal yang bersifat duniawi, atau dengan kata lain bahwa seseorang yang ingin mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan mendambakan tempat terbaik diakhirat hendaknya menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai kecintaan tertinggi dalam dirinya

Mengenaitasawuf, beberapa sufi menyandarkan pengertian dan dasar-dasarnya kepada ayat-ayat Al-Quran. Ajaran tasawuf diidentikkan dengan ajaran islam walaupun agama lain juga memiliki hal yang serupa dengan tasawuf. Berikut adalah ayat-auat Al-Quran yang berkenaan dengan dasar tasawuf menurut para sufi:

Imam Ibnu Malik mengatakan, “Barang siapa mempelajari ilmu tasawuf, namun tidak mempelajari ilmu fiqih syariat, maka akan berpotensi menjadi orang zindiq. Barang siapa yang belajar fiqih tanpa mempelajari tasawuf, maka cenderung akan menjadi orang fasiq. Barang siapa yang mempelajari keduanya, maka dialah ahli hakikat yang sesungguhnya.” Kedua ilmu tersebut merupakan ilmu-ilmu yang sangat penting untuk dipelajari dan dipahami. Keduanya merupakan cabang ilmu yang menempati posisi sangat strategis dalam menuntuk manusia menuju jalan yang benar. Oleh karenanya, Imam Malik mengatakan bahwa keduanya tidak dipisahkan dalam menjalankan amaliah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Jika syariat bisa diumpamakan sebagai teori dalam beribadah, maka tasawuf merupakan pengendali dalam melakukan ibadah tersebut. Sejatinya, mempelajari ilmu-ilmu Allah tidak lain selain untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ilmu-ilmu itu kemudian menjadi sebuah manifestasi untuk menyempurnakan ibadah seorang hamba dalam mendekatkan diri kepada Allah swt. Misalnya, bentuk penghambaan dan peningkatan spiritualitas, seorang hamba melakukan shalat, wujud kepedulian seorang hamba kepada sesama manusia dengan mengeluarkan zakat, upaya untuk meraih ridha-Nya dengan melaksanakan ibadah haji, dan bentuk pengendalian diri dari hawa nafsu yang tercela dengan mengerjakan puasa. Makna Syariat dan Tasawuf Pada dasarnya, ilmu syariat merupakan salah satu cabang ilmu yang membahas perihal ibadah-ibadah atau amaliah yang bersifat lahir nyata. Sedangkan ilmu tasawuf adalah salah satu cabang ilmu yang bersifat batin tidak nyata. Keduanya merupakan ilmu yang sangat erat dan saling berhubungan. Mari kita bahas satu per satu. Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari wafat 987 H dalam kitab Kifayatul Atqiya mengatakan, bahwa syariat adalah semua perintah Allah, seperti shalat, zakat, puasa haji, dan semua larangan-larangan Allah, yaitu zina, mencuri, sombong, ingin dipuji orang lain dan lainnya. Ia menegaskan اَلشَّرِيْعَةُ هِيَ المَأْمُوْرَاتُ الَّتِي أَمَرَ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِهَا وَالْمَنْهِيَاتُ الَّتِي نَهَى اللهُ عَنْهَا. Artinya, “Syariat adalah perintah-perintah yang Allah swt memerintahkannya, dan larangan-larangan yang Allah melarang untuk melakukannya.” Al-Malibari, Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiya, [Bairut, Darul Fikr 2001], halaman 8. Untuk menerapkan syariat di atas, dengan melakukan semua yang diperintah dan meninggalkan semua larangan, tentu tidak ada teladan dan contoh yang benar selain mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah, sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat ketika bersama dengan Rasulullah. Setelah itu, para sahabat menjadi teladan tabiin dan tabiut tabiin dalam melakukan setiap ibadah. Selanjutnya, teladan terbaik adalah mengikuti para ulama yang memiliki sanad keilmuan yang bersambung sampai pada Rasulullah. Akan tetapi, ada yang tidak kalah penting ketika melakukan ibadah, yaitu kebersihan hati dari setiap sifat-sifat yang bisa merusak eksistensi ibadah itu sendiri. Oleh karenanya, untuk bisa selamat dari sifat-sifat tercela, ilmu tasawuf juga sangat penting untuk dimengerti dan dipahami, agar semua ibadah yang dilakukan bisa diterima oleh Allah swt. Ilmu tasawuf sendiri lebih cenderung tentang urusan hati dan cara-cara membersihkannya, sebagaimana disampaikan oleh Sayyid Murtadha Az-Zabidi تَطْهِيْرُ الْبَاطِنِ وَالظَّاهِرِ مِنَ الْآثَامِ الخَفِيَّةِ وَالْجَلِيَّةِ مِنْ أَوَائِلِ التَّصَوُّفِ Artinya, “Menyucikan batin dan lahir dari dosa-dosa yang tidak jelas dan yang jelas, merupakan awal mula dari tasawuf. Az-Zabidi, Ithafus Sadatil Muttaqin, [Bairut, Tarikh al-Arabi 1994], juz VIII, halaman 477. Senada dengan apa yang disampaikan oleh Syekh Abul Abbas Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin Isa Zarruq Al-Fasi, wafat 899 H seorang ulama sufi, asal Maroko. Ia mengatakan التَصَوُّفُ عِلْمٌ قُصِدَ لِاِصْلَاحِ الْقُلُوْبِ وَاِفْرَادِهَا للهِ تَعَالَى عَمَّا سِوَاهُ. Artinya, “Ilmu tasawuf adalah ilmu yang dimaksudkan untuk memperbaiki hati dan menyendirikannya hati hanya untuk Allah swt dari selain-Nya.” Ahmad Zarruq al-Fasi, Qawa’idut Tasawwuf, [Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiah, Lebanon 2005], halaman 25. Dari definisi syariat dan tasawuf di atas, dapat disimpulkan bahwa keduanya merupakan cabang ilmu yang tidak bisa dipisahkan. Syariat mencerminkan perwujudan pengalaman iman pada aspek lahiriah, sedangkan tasawuf mencerminkan perwujudan pengalaman iman pada aspek batiniah. Maka sangat wajar, jika Imam Malik memosisikan ahli hakikat yang sebenarnya hanya kepada orang-orang yang sudah bisa memahami dan memadukan ilmu syariat dan tasawuf. Tidak hanya syariat, tidak juga hanya tasawuf. Ungkapan di atas senada dengan pendapat Syekh Muhammad bin Muhammad bin Musthafa bin Utsman Abu Sa’id al-Hanafi wafat 1156 H, perihal makna syariat dan tasawuf. Menurutnya, ilmu syariat adalah ilmu yang membahas tentang aspek lahiriah dari setiap ibadah atau pekerjaan yang dilakukan seorang hamba, sedangkan tasawuf merupakan ilmu yang membahas perihal batin seorang hamba dalam membersihkan hati mereka dari segala sifat tercela ketika melakukan ibadah. Abu Sa’id al-Hanafi, Bariqatu Mahmudiyah fi Syarhi Thariqati Muhammadiyah wa Syari’ati Nabawiyah, [Mathba’ah al-Halabi, 2010], juz 1, halaman 291. Meski keduanya memiliki hubungan yang erat, Syekh Ahmad bin Muhammad Ibnu Ajibah al-Husaini wafat 1266 dalam kitabnya memberikan garis ketentuan secara khusus perihal keduanya. Menurutnya, fiqih syariat lebih umum daripada ilmu tasawuf karena syariat lebih pada pekerjaan-pekerjaan yang bernilai menampakkan potret agama Islam. Ibnu Ajibah mengatakan حُكْمُ الْفِقْهِ عَامٌ لِأَنَّ مَقْصُوْدَهُ إِقَامَةُ رَسْمِ الدِّيْنِ وَرَفْعِ مَنَارِهِ وَإِظْهَارِ كَلِمَاتِهِ وَحُكْمُ التَّصَوُّفِ خَاصٍ لِأَنَّهُ مُعَامَلَةٌ بَيْنَ الْعَبْدِ وَرَبِّهِ مِنْ غَيْرِ زَائِدٍ Artinya, “Hukum fiqih syariat sangat umum, karena tujuannya adalah menampakkan potret agama Islam, mengangkat aturannya, dan menampakkan kalimatnya. Sedangkan ilmu tasawuf merupakan ilmu yang khusus, karena sesungguhnya, ia merupakan interaksi antara seorang hamba dengan Tuhan-Nya tanpa perlu menambah.” Ibnu Ajibah, Iqadul Himam Syarah Matnil Hikam, [Bairut, Darul Kutubil Ilmiah 2001], halaman 21. Hubungan Syariat dan Tasawuf Syekh Zainuddin al-Malibari memberikan salah satu penafsiran, perihal ayat Al-Qur’an yang memadukan antara ilmu syariat dan ilmu tasawuf. Dalam Al-Qur’an Allah swt berfirman إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ Artinya, “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.” QS Al-Fatihah 5. Ayat di atas menurut Syekh Zainuddin memiliki dua kandungan antara syariat dan tasawuf, 1 kandungan ayat tentang syariat, yaitu “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah”. Ayat ini menunjukkan bahwa seorang hamba menyembah kepada Allah melalui upaya yang menjadi representasi dari adanya ilmu syariat, seperti shalat, puasa, zakat, haji, meninggalkan maksiat dan lainnya. Semua ketentuan ini tentu dilakukan secara nyata lahir, yang merupakan timbal balik dari adanya syariat itu sendiri, sebagai salah satu cabang ilmu yang mengatur pola hidup beragama secara lahiriah; dan 2 kandungan ayat tentang tasawuf, yaitu “hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan”. Ayat ini menurut al-Malibari menjadi pokok penting dalam ilmu tasawuf. Dan, adanya ayat ini juga menunjukkan bahwa seorang hamba harus menghilangkan semua kemampuan dan usahanya ketika melakukan ibadah, dan mengembalikan kepada Allah. Dengan kata lain, tanpa adanya pertolongan dari-Nya, maka siapa pun tidak aka nada yang bisa melakukan suatu ibadah, sehinggan dengan anggapan demikian, tidak ada peluang untuk sombong, ingin dipuji dan sifat-sifat tercela lainya, karena semua yang dilakukan memang tidak didasari oleh usahanya, namun murni atas pertolongan Allah swt. al-Malibari, Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiya, [Bairut, Darul Fikr 2001], halaman 9. Kesimpulannya, melakukan semua ibadah yang diwajibkan kepada umat Islam dan meninggalkan semua maksiat yang menjadi larangan merupakan representasi dari adanya ilmu syariat. Ilmu yang satu ini memiliki peran yang sangat penting untuk mengatur pola ibadah yang sifatnya lahiriah. Namun, di sisi yang lain juga perlu untuk memperhatikan ibadah dari aspek batiniah, sebab tanpa tinjauan ini, meski secara syariat semua ibadah sudah benar, akan keliru jika dalam menjalankannya masih ada sifat-sifat tercela, dan hal ini hanya bisa diperbaiki dengan ilmu tasawuf sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Wallahu A’lam bisshawab. Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.
DalamAlquran dan hadis, tujuan penciptaan manusia pun bukan tanpa alasan dan sia-sia. Sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang paling baik, manusia memiliki tujuan mulia untuk hidup di muka bumi. Dalam Al-Dzariyat ayat 56, manusia bahkan diperintahkan untuk mengabdi di jalan kebenaran untuk menyembah Allah SWT. Hal itu sebagaimana bunyi
Tasawuf adalah – Ilmu tasawuf masuk ke dalam ajaran agama Islam yang kemudian dikembangkan oleh para sufi. Istilah ini sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata “tasawwafa atau yatashowwaru – tashowwuf” yang mengandung makna menjadi berbulu banyak, atau menjadi ciri-ciri dari seorang sufi. Biasanya seorang sufi memiliki ciri khas pakaian yang terbuat dari wol atau bulu domba. Ilmu tasawuf kemudian berasal juga dari berbagai pengaruh ajaran agama serta filsafat lain sehingga pada akhirnya disesuaikan dengan konsep agama Islam. Pengertian TasawufPengertian Tasawuf Menurut para Ahli1. Syekh Abdul Qadir al-Jailani2. Al-Junaid3. Syaikh Ibnu Ajibah4. H. M. Amin SyukurSejarah dan Perkembangan TasawufPrinsip-Prinsip Tasawuf1. Zikir2. Fikr Meditasi3. Sahr Bangkit4. Ju’i Merasa Lapar5. Shumt Menikmati Keheningan6. Shawm Puasa7. Khalwat Bersunyi Sendiri8. Khidmat MelayaniDasar Ilmu TasawufAliran Ilmu Tasawuf dan Bentuk Ajarannya1. Tasawuf Akhlaki Sunni2. Tasawuf Falsafi3. Tasawuf Syi’iBuku-Buku Terkait Tasawuf1. Tasawuf Modern Bahagia Itu Dekat dengan Kita2. Syekh Abd Al-Ra’F Al-Fansr Rekonsiliasi Tasawuf dan Syariat3. Pembangunan Karakter Islam Perspektif Tasawuf4. Tasawuf Perkembangan & PemurnianRekomendasi Buku & Artikel Terkait Tasawuf atau yang dikenal juga sebagai sufisme merupakan suatu ajaran tentang bagaimana menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, serta membangun dhahir dan batin untuk dapat memperoleh kebahagian abadi. Sejarah, madzhab, dan inti ajarannya memiliki sejumlah versi berbeda dalam mengartikan apa itu sufi atau tasawuf. Setidaknya terdapat enam pendapat dalam hal itu, seperti berikut. Kata shuffah yang berarti emperan masjid Nabawi dan didiami oleh sebagian sahabat Anshar. Hal ini sendiri dikarenakan amalan ahli tasawuf hampir sama dengan apa yang diamalkan oleh para sahabat tersebut, yaitu dengan mendekatkan diri kepada Allah dan hidup dalam kesederhanaan. Kata Shaf juga dapat berarti barisan. Istilah ini kemudian dianggap oleh sebagian ahli sebagai akar kata tasawuf karena ahli tasawuf merupakan seorang atau sekelompok orang yang membersihkan hati, mereka kemudian diharapkan berada pada barisan shaf pertama di sisi Allah SWT. Kata shafa juga dapat berarti bersih, karena ahli tasawuf kemudian berusaha untuk membersihkan jiwa mereka untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kata shufanah, sebagai sebuah kayu yang bertahan tumbuh di padang pasir. Hal ini karena ajaran tasawuf dapat bertahan dalam situasi yang penuh pergolakan, ketika umat muslim terbuai oleh materialisme serta kekuasaan, sebagaimana kayu shufanah yang tahan hidup di tengah-tengah padang pasir yang tandus. Kata Teosofi, kemudian berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu ketuhanan, karena tasawuf banyak membahas tentang ketuhanan. Kata shuf dapat juga bermakna bulu domba, karena para ahli tasawuf pada masa awalnya menggunakan pakaian sederhana yang terbuat dari kulit atau bulu domba wol. Meski memiliki definisi beragam, tasawuf kemudian memiliki arti yang satu yaitu upaya untuk mendekatkan diri pada Tuhan serta menjauhi hal-hal yang bersifat duniawi. Masih dalam sumber yang sama, tasawuf sendiri dapat diartikan sebagai metode untuk mencapai kedekatan serta penyatuan antara hamba dan Tuhan serta mencapai kebenaran atau pengetahuan hakiki ma’rifat serta inti rasa agama. Pengertian Tasawuf Menurut para Ahli Sesungguhnya, ilmu tasawuf memiliki banyak arti dan dikemukakan dari beberapa ahli. Berikut ini pengertian ilmu tasawuf dari berbagai sudut pandang. 1. Syekh Abdul Qadir al-Jailani Tasawuf merupakan mensucikan hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan khalwat, riya-dloh, taubah, dan ikhlas. 2. Al-Junaid Tasawuf memiliki makna kegiatan membersihkan hati dari yang mengganggu perasaan manusia, serta memadamkan kelemahan, menjauhi keinginan serta hawa nafsu, mendekati hal-hal yang di ridai Allah, serta bergantung pada ilmu-ilmu hakikat. Selain itu juga memberikan nasihat kepada semua orang, dengan memegang dengan erat janji dengan Allah dalam hal hakikat serta mengikuti contoh Rasulullah SAW dalam hal syariat. 3. Syaikh Ibnu Ajibah Ilmu tasawuf menurut syaikh adalah ilmu yang akan membawa seseorang agar dapat dekat bersama dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui penyucian rohani serta mempermanisnya dengan amal-amal saleh. Jalan tasawuf yang pertama dengan ilmu, yang kedua amal serta yang terakhir adalah karunia Illahi. 4. H. M. Amin Syukur Tasawuf sebagai suatu latihan dengan kesungguhan riya-dloh, mujahadah untuk kemudian dapat membersihkan hati, mempertinggi iman serta memperdalam aspek kerohanian seseorang. Hal Ini sendiri dilakukan dalam rangka mendekatkan diri manusia kepada Allah sehingga perhatian yang ia miliki kemudian tertuju kepada Allah. Terlepas dari banyaknya pengertian tasawuf oleh para ahli, beberapa pandangan mengenai tasawuf dapat diartikan sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk menyucikan diri. Hal ini dilakukan dengan menjauhkan pengaruh kehidupan yang bersifat kesenangan duniawi serta dengan memusatkan seluruh perhatiannya kepada Allah SWT. Jadi, dengan lebih menekankan pada aspek kerohanian dibanding aspek jasmani yang ia miliki. Hal Ini karena para tokoh tasawuf lebih mempercayai keutamaan rohani jika dibandingkan dengan keutamaan jasad serta lebih percaya dunia spiritual dibandingkan dengan dunia material. Para tokoh mempercayai bahwa dunia spiritual kemudian lebih lebih nyata jika dibandingkan dengan dunia jasmani, hingga segala yang menjadi tujuan akhir atau yang disebut Allah juga dianggap bersifat spiritual. Sejarah dan Perkembangan Tasawuf Terdapat beberapa versi tentang munculnya ilmu tasawuf. Ada yang percaya bahwa tasawuf telah ada sebelum Nabi Muhammad SAW menjadi rasul. Ada pula yang meyakini bahwa tasawuf muncul setelah kerasulan Nabi. Tasawuf sendiri muncul sebelum Nabi Muhammad SAW menjadi rasul. Sebagian pendapat kemudian mengatakan bahwa paham tasawuf sebagai paham yang telah berkembang sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasulullah. Hal ini kemudian berasal dari orang-orang daerah Irak dan Iran yang baru masuk Islam sekitar abad ke-8 M. Meski sudah masuk Islam, hidupnya tetap memelihara kesahajaan serta menjauhkan diri dari berbagai kemewahan dan kesenangan keduniaan. Tasawuf yang berasal dari zaman Nabi Muhammad SAW. Sebagian pendapat lainnya menyatakan bahwa asal usul ajaran tasawuf berasal dari zaman Nabi Muhammad SAW. Berasal dari kata “beranda” suffa, dan pelakunya disebut juga dengan ahl al-suffa, seperti telah disebutkan diatas. Mereka kemudian dianggap sebagai penanam benih paham tasawuf yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad. Tasawuf muncul setelah zaman Nabi Muhammad SAW. Pendapat lainnya mengungkapkan tasawuf muncul ketika pertikaian antar umat Islam di zaman Khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, khususnya disebabkan oleh faktor politik. Pertikaian yang terjadi antar umat Islam disebabkan oleh faktor politik dan perebutan kekuasaan yang terus berlangsung dimasa khalifah-khalifah sesudah Utsman dan Ali. Munculah masyarakat yang bereaksi terhadap hal tersebut kemudian menjadikannya menganggap bahwa politik dan kekuasaan merupakan wilayah yang kotor. Mereka melakukan berbagai gerakan uzlah, yaitu menarik diri dari hingar-bingar masalah duniawi. Lalu munculah gerakan tasawuf yang saat itu dipelopori oleh Hasan Al-Bashri pada abad kedua Hijriyah. Prinsip-Prinsip Tasawuf Tasawuf bertujuan membantu seseorang untuk tetap berada di jalan Allah SWT. Dengan tasawuf seseorang kemudian menjadi tidak berlebihan dalam hal duniawi serta tetap fokus pada iman dan takwa yang ia miliki. Terdapat beberapa prinsip yang dapat dilakukan dalam ber-tasawuf. Menurut ahli sufi, Profesor Angha dalam The Hidden Angels of Life, prinsip tasawuf yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Zikir Zikir sebagai suatu proses pemurnian hati, pembersihan serta pelepasan. Orang-orang yang melakukan zikir kemudian bertujuan mendekatkan diri pada Tuhan melalui doa serta melantunkan lafaz zikir. 2. Fikr Meditasi Saat pikiran merasa bingung atau bertanya-tanya, pusatkanlah perhatianmu yang kamu miliki ke dalam diri dengan berkonsentrasi pada satu titik. Meditasi sebagai suatu perjalanan kegiatan mental dari dunia eksternal menuju suatu esensi diri. 3. Sahr Bangkit Dengan Membangkitkan jiwa dan tubuh sebagai proses mengembangkan kesadaran mata dan telinga. Selain itu juga sebagai suatu proses mendengarkan hati, serta proses meraih akses menuju potensi diri yang tersembunyi. 4. Ju’i Merasa Lapar Merasakan lapar pada hati dan pikiran untuk kemudian bertahan mencari serta mendapatkan suatu kebenaran. Proses ini kemudian melibatkan hasrat dan keinginan yang mendalam untuk tetap tabah serta sabar dalam mencari jati diri. 5. Shumt Menikmati Keheningan Berhenti berpikir serta mengatakan berbagai hal yang tidak perlu. Kedua hal ini merupakan proses menenangkan lidah serta otak serta mengalihkan dari godaan eksternal menuju Tuhan. 6. Shawm Puasa Tidak hanya pada tubuh yang berpuasa melainkan pikiran juga. Proses ini kemudian termasuk puasa fisik, bermanfaat untuk dapat melepaskan diri dari hasrat dan keinginan otak serta pandangan atau persepsi indera eksternal. 7. Khalwat Bersunyi Sendiri Berdoa dalam kondisi sunyi atau kesunyian, baik secara eksternal maupun internal akan membantu melepaskan diri. Bersunyi sendiri tetap akan mendekatkanmu dengan orang lain atau di tengah orang banyak. 8. Khidmat Melayani Menyatu dengan kebenaran Tuhan. Seseorang yang menemukan jalan jiwa untuk pelayanan dan pertumbuhan diri. Dasar Ilmu Tasawuf Sama seperti ajaran dalam agama Islam lainnya, ilmu tasawuf kemudian dilarang menyimpang dari Alquran. Berikut di bawah ini adalah dasar-dasar ilmu tasawuf, yakni Surat Al-Baqarah Ayat 115 berbunyi “Dan kepunyaan Allah-lah dari timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap maka di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Luas rahmat-Nya dan Maha Mengetahui.” Surat Al-Baqarah Ayat 186 berbunyi “Dan jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, bahwasanya Aku sangat dekat. Aku mengabulkan permohonan setiap orang yang berdoa jika ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka kemudian memenuhi segala perintahKu serta hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka kemudian selalu berada dalam kebenaran.” Surat Qaf Ayat 16 berbunyi “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia serta mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami menjadi lebih dekat kepadanya dibandingkan urat lehernya.” Surat Al-Kahfi Ayat 65 berbunyi “Lalu mereka akan bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, serta yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” Aliran Ilmu Tasawuf dan Bentuk Ajarannya Terdapat macam-macam ilmu tasawuf, di antaranya adalah 1. Tasawuf Akhlaki Sunni Tasawuf akhlaki merupakan suatu tasawuf yang berkonsentrasi kepada teori-teori perilaku akhlak serta teori budi pekerti. Dengan berbagai metode tertentu yang telah dirumuskan sebelumnya tasawuf seperti ini kemudian berupaya untuk menghindari akhlak mazmumah atau perilaku buruk dan mewujudkan akhlak mahmudah atau perilaku baik. Dalam pandangan para sufi yang berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang tak baik diperlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriyah saja, karenanya dalam tasawuf akhlaki memiliki sistem pembinaan akhlak yang disusun sebagai berikut Takhalli sebagai suatu langkah pertama yang yang harus dilakukan oleh seorang sufi. Takhalli merupakan suatu usaha mengosongkan diri dari suatu perilaku tercela. Tahalli merupakan suatu upaya untuk mengisi dan menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku, serta akhlak terpuji. Tahapan tahalli kemudian dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Tajalli merupakan suatu pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui fase tahalli, maka rangkaian pendidikan akhlak selanjutnya ialah fase tajalli. Kata tajalli sendiri bermakna terbukanya hijab sehingga tampak jelas nur ilahi. Hal ini sejalan juga dengan firman Allah SWT yang artinya, “Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan,” QS. Al-A’raf 143. 2. Tasawuf Falsafi Tasawuf falsafi merupakan suatu tasawuf yang didasarkan kepada gabungan teori-teori tasawuf serta berbagai filsafat atau yang bermakna metafisis atau mistik. Tasawuf ini juga kemudian dikembangkan oleh ahli-ahli sufi sekaligus filsuf. 3. Tasawuf Syi’i Tasawuf syi’i kemudian beranggapan bahwa manusia dapat meninggal dengan Tuhannya karena ia memiliki kesamaan esensi dengan Tuhannya. Menurut Ibnu Khaldun yang dikutip oleh Taftazani kemudian melihat kedekatan serta kesamaan antara tasawuf falsafi dan tasawuf syi’i terkait pandangan hulul atau ketuhanan iman-iman mereka. Buku-Buku Terkait Tasawuf 1. Tasawuf Modern Bahagia Itu Dekat dengan Kita Buku ini tidak menguraikan tentang tasawuf secara gamblang, meski judulnya Tasawuf Modern. Buku ini tetap relevan, meski ditulis puluhan tahun yang lalu. Temanya tentang bahagia, topik yang tidak pernah selesai diperbincangkan, dan selalu ingin diwujudkan oleh siapa pun, di mana pun, dan dengan cara apapun. Ditulis oleh cendekiawan muslim berwawasan luas, dengan latar belakang sastrawan, menjadikan buku ini bukan saja kaya makna, tapi juga enak dibaca. Mari kita lihat salah satu uraiannya, “…Berbahagialah yang timbul ketika memberi keputusan. Ada yang mengatakan baik, sebab sayang, ada yang mengatakan buruk, sebab benci. berbagai ragam keputusan menurut pengalaman. Ilmu, penyelidikan, bahagia, dan celaka itu hanya berpusat kepada sanubari orang, bukan pada zat barang yang dilihat. Bagi kebanyakan orang, masuk bui menjadi kecelakaan dan kehinaan, bagi setengahnya pula, menjadi kemuliaan dan kebahagiaan”. 2. Syekh Abd Al-Ra’F Al-Fansr Rekonsiliasi Tasawuf dan Syariat Meskipun tasawuf adalah salah satu disiplin keilmuan Islam yang sah, sejarah mencatat tidak jarang terjadi ketegangan antara ulama syariat ahli fikih dan teolog dan ulama sufi. Perselisihan tersebut kadang kadang membawa kepada konflik, persekusi dan bahkan hukuman mati. Polemik wujudiah di Aceh pada abad ke-17 adalah di antara contoh ketegangan antara ulama syariat dan ulama sufi di Nusantara. Hubungan yang tidak harmonis antara dua kelompok ulama ini telah mendorong tokoh-tokoh ulama sufi, sejak abad ke-3 H, untuk mencari jalan tengah demi mendamaikan antara ulama syariat dan ulama sufi. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik antara dua kelompok ulama tersebut dan mencegah terjadinya penyimpangan oleh para penempuh jalan sufi. 3. Pembangunan Karakter Islam Perspektif Tasawuf Tasawuf merupakan batin esoteris dari ajaran Islam, sementara sisi lahirnya esoteric adalah syariah yang mengandung hukum-hukum keagamaan formal, mengenai apa yang harus dilakukan oleh seseorang al-wajibat serta apa yang seharusnya ditinggalkan al-muharramat. Tasawuf, selain mengisi sisi batiniah dari syariah, juga memberikan makna bagaimana hidup ber-Tuhan dengan baik dan benar. Dalam konteks ini, tasawuf telah memberikan penegasan bahwa hidup tanpa memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhan, adalah hidup yang, kosong dan hampa. Manusia yang telah mencampakkan sisi batin rohaniah pada dirinya, serta tidak memiliki hubungan yang harmonis dan selaras dengan Tuhan, merupakan manusia yang hidup tanpa aturan-aturan dan norma-norma kebaikan. Bertasawuf dalam al-akhlaq al-mahmudah berarti menegakkan moral yang baik dalam bentuk ucapan, perbuatan dan aktivitas keseharian. Moral ini harus diajarkan, difahamkan, didudukkan, serta dibiasakan, sehingga ia menyatu dalam diri dan kemudian menjadi karakter. 4. Tasawuf Perkembangan & Pemurnian Perkembangan dan pertumbuhan Tasawuf Islam banyak diwarnai kesalahpahaman, bahkan hingga saat ini. Misalnya, ada yang menyebutkan pertumbuhan Tasawuf Islam terpengaruh oleh ajaran Kristen hingga filsafat. Pun demikian dengan beberapa ajarannya, seperti Hulu, Kasyaf, Tajali, al-wahdat ul Muthlaqah, atau Wahdatul Wujud. Kesalahpahaman bahkan sampai pada titik pertentangan yang sengit, terutama dengan kalangan Fiqih. Sampai-sampai seorang tokoh Tasawuf harus berakhir di tiang gantung. Melalui buku ini, Buya Hamka dengan keluasan dan pemahamannya yang utuh, memberi kita cara pandang untuk melihat Tasawuf Islam seperti apa adanya. Demikian kita memahami bahwa tasawuf adalah sebuah ajaran atau ilmu dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Grameds bisa membaca dan mendapatkan buku-buku terkait tasawuf di Sebagai SahabatTanpaBatas Gramedia selalu memberikan produk terbaik agar kamu memiliki informasi LebihDenganMembaca. Rekomendasi Buku & Artikel Terkait Penulis Sofyan BACA JUGA Rekomendasi Buku Hijrah Muslimah Terbaru Juli 2022 Buku Islami Best Seller Terbaru Juli 2022 di Gramedia Rekomendasi Buku Islami untuk Panduan Hijrah Menuju Lebih Baik Buku Sejarah Agama Islam & Peradaban Islam Rekomendasi Ensiklopedia Islam Terbaru Juli 2022 ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien
TentangKami Pedoman Media Siber Ketentuan & Kebijakan Privasi Panduan Komunitas Bantuan Iklan Karir. Sedangkan proses riyadhoh dalam ilmu tasawuf disebut dengan ath-Thariqah. Amalan riyadhoh dalam ilmu tasawuf memiliki empat macam rukun, yakni: ayat Alquran yang digunakan sebagai dasar amalan riyadhoh adalah surat Al Maidah ayat 35
Oleh NASHIH NASHRULLAHBerceramah merupakan satu dari sekian aktivitas berdakwah yang mulia menyampaikan pesan dan menyebarkan syiar di hadapan ratusan, ribuan, bahkan jutaan umat manusia. Ada misi berharga di sana. Namun, dinamika dunia dakwah pun berkembang. Ini beriringan dengan perkembangan teknologi dan lain sebagainya. Tak sedikit oknum pendakwah pada akhirnya terjebak dalam logika materi. Berdakwah pun sekaligus berbisnis. Seperti memasang tarif tertentu untuk jasa ceramahnya. Bolehkah memasang tarif untuk jalan dakwah? Eks ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia MUI alm Prof Hasanuddin AF pernah mengatakan, dari segi hukum Islam, pada prinsipnya diperbolehkan menerima imbalan jasa atas ceramah atau mengajarkan ilmu agama lainnya, seperti pengajaran Alquran. Akan tetapi, ia menggarisbawahi bahwa imbalan tersebut bukan tujuan utama. Dan, agar tarif tersebut tetap tidak melampaui batas kewajaran. Motif paling mendasar kala berdakwah adalah niat untuk Allah SWT semata. Selain itu, memberlakukan tarif berdakwah justru akan menghilangkan pahala dakwah itu sendiri. “Jika niatnya bisnis dan dibisniskan, itu tidak boleh,” ujarnya. Ia pun mengutip hadis riwayat Umar bin Khattab tentang pentingnya meluruskan niat bahwa segala urusan akan dikembalikan pada sejauh manakah niat dan motif yang bersangkutan. Bila sebatas dunia maka pahala tak ia dapat. Sebab, hanya dunia yang ia peroleh. Ia pun mengimbau para pendakwah agar tidak mematok tarif. Tindakan pemasangan tarif justru berpotensi merusak citra dakwah tersebut. Ia mengusulkan agar sanksi sosial dijatuhkan pada oknum-oknum pematok tarif dakwah. “Jangan diundang lagi,” katanya. Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Prof Syamsul Anwar mengingatkan para pendakwah agar tetap ikhlas dan tidak memasang tarif. Meski ia menegaskan tidak ada larangan untuk memasang tarif untuk dakwah, tetapi hendaknya para dai menghindari “komersialisasi” tersebut. Menurut dia, pemasangan tarif kaitannya dengan kebiasaan yang berlaku. Semestinya, iltizam dini atau ketaatan terhadap syariat, dengan tidak mengedepankan tarif, lebih ditekankan oleh yang bersangkutan. Kalaupun hendak memasang tarif, sewajarnya saja. “Masyarakat punya penilaian tersendiri,” katanya. Komersialisasi Ketua Lajnah Bahtshul Masail Nahdlatul Ulama LBM-NU KH Zulfa Mustofa menyatakan, menurut perspektif agama, secara etika, seorang ulama tidak boleh meminta, bahkan memasang tarif. Memang, mayoritas ulama memperbolehkan penerimaan upah dari pengajaran ilmu agama, tetapi tidak dengan cara mematok tarif. “Tidak pantas meminta apa pun alasannya,” ujar alumnus Pesantren Maslakul Huda, Pati, Jawa Tengah, asuhan KH Sahal Mahfuz tersebut. Menurut dia, “komersialisasi” itu tak terlepas dari pengaruh media, terutama televisi. Tingkat rating akan dijadikan alasan untuk meningkatkan “tarif” dakwah seseorang. Padahal, sikap semacam ini bisa mengancam kekekalan pahala. Ia pun teringat nasihat sang guru, KH Sahal Mahfuz, yang berpesan, “Allaim majjanan kama ullimta majjanan” ajarkanlah ilmu secara ikhlas, sebagaimana engkau dididik secara gratis. Tak lupa, ia sampaikan ajakan agar para ulama mengingatkan oknum pendakwah mana pun yang mematok tarif. Fikih klasik Dalam kajian fikih klasik, rujukan persoalan ini bermuara pada topik pengambilan upah atas pengajaran Alquran. Menurut kelompok yang pertama, tidak boleh menerima atau “membisniskan” pengajaran ilmu agama, tak terkecuali Alquran. Opsi ini berlaku di sejumlah mazhab, antara lain Hanbali di salah satu riwayat, Zaidiyyah, dan Ibadhiyyah. Sedangkan, Imamiyyah melihat hukumnya makruh selama ada syarat sejak awal. Pihak ini berdalih bahwa mengajarkan ilmu syariah dan Alquran merupakan bakti yang tak berpamrih, hanya Allah SWT-lah yang akan membalasnya. Kebutuhan akan pelajaran ilmu agama dan Alquran sama pentingnya dengan urgensi mengajarkan shalat. Berbagi ilmu shalat merupakan hal mendasar, tak boleh “diperjualbelikan”. Ini ditegaskan di banyak ayat, seperti surah an-Najm ayat 39, al-Qalam ayat 46, dan Yusuf ayat 104. Pandangan ini diperkuat oleh hadis riwayat Ubay bin Ka’ab. Dalam sabda itu, Rasulullah SAW memperingatkan seorang sahabat yang menerima hadiah atas pengajaran Alquran yang dilakukannya. “Jika engkau ambil maka sejatinya engkau telah mengambil satu kurung api neraka,” titah Rasul. Riwayat Ubadah bin as-Shamit menegaskan larangan senada. Secara jelas, larangan itu dipertegas pula dalam hadis Abdurrahman bin Syibil. “Jangan engkau mencari makan darinya dan jangan pula mencari keuntungan,” sabda Nabi. Tak sepakat dengan kelompok yang pertama, menurut kubu yang kedua, hukum mengambil upah dari mengajarkan ilmu agama atau Alquran ialah boleh dan tak jadi soal selama tidak mematok harga tertentu. Pemasangan tarif terhadap aktivitas ini akan menghilangkan pahala dan keutamaannya. Pendapat itu merupakan opsi yang didukung oleh sejumlah ulama mazhab, yaitu generasi kedua dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali menurut salah satu riwayat, dan Zhahiri. Dalil yang dijadikan dasar oleh kubu kedua yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas. Hadis ini mengisahkan izin Rasulullah atas upah seorang sahabat yang telah membacakan ruqyah untuk warga yang terkena sengatan ular. “Sesungguhnya upah yang paling pantas bagimu ialah upah atas pembacaan dan pengajaran Alquran,” sabda Rasul. Sesungguhnya upah yang paling pantas bagimu ialah upah atas pembacaan dan pengajaran Alquran Argumentasi selanjutnya ialah kisah yang dinukilkan di riwayat Sahal bin Sa’ad. Rasul mengabulkan pernikahan sahabatnya dengan mahar bacaan Alquran. Tak sedikit generasi salaf yang memberikan upah bagi para pengajar Alquran, seperti Umar bin Khattab. Sosok berjuluk al-Faruq itu memberi upah dari kocek pribadinya kepada tiga pengajar Alquran di Madinah. Sa’ad bin Abi Waqash dan Amar bin Yasar memiliki tradisi mengupah para pembaca Alquran selama Ramadhan. Imam Malik pun pernah menegaskan, tak jadi soal menerima upah atas pengajaran ilmu agama, termasuk Alquran. “Aku belum pernah mendengar satu pun ulama yang melarangnya,” kata pencetus mazhab Maliki itu. Dilansir dari Harian Republika Edisi 23 Agustus 2013
Alquranketika itu tidak sebesar pada masa-masa berikutnya.2 Alquran adalah kitab yang sebagian ayat-ayatnya bersifat yahtamil wuju>h al- ma'na>, merupakan banyak makna atau penafsiran, seorang tokoh sufi pernah mengatakn bahwa: "Seandainya seorang hamba diberikan pemahman Alquran dalam setiap satu
obyekpembicaraan Ilmu Tasawuf itu meliputi tentang akal dan ma'rifat kemudian membahas mengenai hati dan riyadhah(l atihan dalam spiritual). Adapun status Ilmu Tasawuf yaitu menuntun sesuai dengan petunjuk, dan 8 Moh. Saifullah al-Aziz S., Risalah Memahami Ilmu Tashawwuf, (S urabaya: Terbit Terang, tt.), h. 29. 9 QS. 18:110. 10 QS. 51:21. 11
1 Ilmu Tauhid. Fungsi AlQuran yang pertama dari segi ilmu pengetahuan, ialah ilmu tauhid. Ini merupakan ilmu kalam dalam Islam. Disiplin filsafat dalam mencari prinsip-prinsip teologi melalui dialektika. Membahas pengokohan keyakinan dalam agama Islam, sehingga dapat memperkuat dan menghilangkan keraguan tentang ketuhanan.
7Eh9.
  • kld5zv1wep.pages.dev/150
  • kld5zv1wep.pages.dev/375
  • kld5zv1wep.pages.dev/279
  • kld5zv1wep.pages.dev/220
  • kld5zv1wep.pages.dev/106
  • kld5zv1wep.pages.dev/234
  • kld5zv1wep.pages.dev/114
  • kld5zv1wep.pages.dev/317
  • kld5zv1wep.pages.dev/298
  • ayat alquran tentang tasawuf